(ANTARA News) - Grand final ajang
Miss World 2013 yang melibatkan peserta dari 130 negara di dunia akan
berlangsung di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, tanggal 4-15 September 2013.
Hal tersebut telah mendapatkan lampu hijau dari Bupati Badung, Anak Agung Gede
Agung. Puncak perhelatan internasional tersebut akan diadakan pada 28 September
2013 di Sentul International Convention Center, Bogor. Dengan mengantongi
perijinan dan dukungan dari Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. "Ajang
Miss World ini berbeda dengan ajang sejenis lainnya karena saat puncak acara
tidak menggunakan bikini, Insya Allah lebih sopan," kata dia. Selain itu
ia mengatakan, selama menjadi tuan rumah acara final Miss World pihaknya akan
berkomitmen menampilkan keramahtamahan masyarakat Jawa Barat karena hal ini
bisa menjadi ajang promosi ke dunia internasional, pihaknya juga sempat
mengusulkan agar selain menggunakan kebaya saat puncak pagelaran, salah satu
rangkaian acara menuju Final Miss World bisa mengambil lokasi di tempat wisata
Jawa Barat seperti Kawah Putih di Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Hal tersebut tentunya akan menuai
kontroversi, alas an yang dikemukakan tak layak dijadikan alasan. Jika
ditelisik lebih dalam, pertama, mengenai kesopanan yang katanya akan dijamin
dalam pelaksanaan acara. Pertanyaannya, sopan menurut siapa? Sudah jadi rahasia
umum bahwa dalam ajang tersebut memiliki rangkaian tahapan yang harus dilalui
oleh peserta dan pada setiap tahapan penilaian, hal yang pastinya sudah
pakemnya. Mulai dari pakaian yang digunakan, apa yang dilakukan, semua itu
pastinya menggunakan standar “Barat”. Nilai yang sejatinya bertentangan dengan
nilai-nilai masyarakat yang ada di Jawa Barat khususnya, terutama Islam.
Sebgai kader parpol islam tentunya
beliau memahami aktivitas tersebut sangat bertentangan dengan islam dan wajib
untuk ditolak. Perempuan dimuliakan dalam islam, tak selayaknya diperlihatkan
aurat mereka dan dijadikan komoditi bagi “penikmat perempuan”. Terkait aurat
dan kewajiban menutup aurat sudah jelas terkandung dalam al qur’an dan as
sunnah. Jika demikian, bukankah memberi dukungan bahkan fasilitas yang
bertentangan dengan syariah akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT?? Terlebih
dalam posisi beliau sebagai pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk mencegah
segala bentuk kemaksiatan.
Kedua, terkait promosi pariwisata
yang terkesan mengada-ngada. Banyak cara untuk mempromosikan tempat pariwisata
yang ada di Jawa Barat yang pastinya tanpa mengurangi atau pun bertolak dengan
nilai-nilai luhur islam yang aa di dalam diri masyarakat Jawa Barat. Hal tersebut sejatinya juga bertentangan
dengan visi Jawa Barat “Dengan Iman dan Taqwa, Provinsi Jawa Barat Termaju di
Indonesia”, bukankah wilayah tersebut melahirkan intelektual yang tak hanya
terkenal di lingkup nasional tapi juga internasional?
Sadar atau tidak, sejatinya ajang
seperti ini adalah “virus” yang harusnya tak diberi celah sedikitpun untuk
masuk bahkan berkembang. “Virus” yang berasal dari budaya Liberal-Sekuler, yang
banyak membawa mudharat daripada manfaat. Ajang Miss World yang hanya membuat
perempuan hina, bagaimana tidak? Tubuh yang merupakan aurat dan harus ditutup
diumbar dengan murah, diperlihatkan disana-sini, bagaikan hewan. Bahkan lebih
hina dari hewan. Sementara pihak penyelenggara dan yang mengucurkan modal akan
mendapatkan keuntungan darinya, menjadikan perempuan-perempuan itu sebagai ikon
kecantikan bagi mereka.
Di sisi lain, hal tersebut akan
memunculkan euphoria. Membuat perempuan di dunia ini berlomba-lomba untuk
menjadi miss world. Cara pandang merekapun berubah menjadi hedonis, glamour dan
liberal.
Dengan begitu, membuat permpuan
semakin jauh dari nilai-nilai agama (red: islam). Perempuan yang dilindungi dan
dimuliakan dalam islam menjdai perempuan yang hina dan tereksploitasi karena
budaya Kapitalisme tersebut. Sehingga tak sedikit perempuan yang labih
mengutamakan kehidupan materialistic, penampilan dan karir semata tanpa
memikirkan apakah yang dilakukan sesuai dengan aturan Penciptanya atau tidak.
Hal tersebut harus ditolak, agar
tak banyak lagi perempuan khususnya di Jawa Barat menjadi korbannya. Belum
cukupkah persoalan tantang moral yang tengah menimpa kalangan perempuan saat
ini, mulai dari tindak asusila, aborsi, dan lain sebagainya. Masihkah harus
memberikan banyak tumbal bagi kapitalisme? Masih haruskah membuat perempuan
terhinakan karenanya?
Jadi, tak perlu menambah beban baik
orang tua terutama ibu, maupun pemerintah. Serta mengorbankan masa depan
generasi penerus untuk memenuhi kerakusan kapitalis. Karena bagi mereka,
Jawa Barat –bahkan Indonesia– tak lebih dari pasar potensial, sekaligus objek
jajahan produk pemikiran, budaya dan ekonomi, agar kapitalisme tetap
menghegemoni.
Cukuplah peringatan Allah swt dalam Al-Qur’anul Karim: “dan Allah sekali-kali tidak akan pernah memberi
jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin” (TQS.
An-Nisa :141).