Selasa, 23 April 2013

detik-detik meningalnya Rasulullah saw




Kisahku kali ini bercerita tentang cinta, cinta yng sebenar-benarnya cinta…yang telah dicontohkan langsung oleh Allah pada RasulNya..
Pagi itu, walau langit telah menguning, burung-burung enggan mengepakkan sayap..
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah.
“Wahai umatku..kita berada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-qur’an dan sunnahku.. barangsiapa mencintai sunnahku berarti mencintaiku. Dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk surge bersama-sama denganku”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu per satu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang, Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba….
“Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat.
Ali dan Fadhil dengan cepat menangkap Rasulullah yang lemah dan goyah saat turun dari mimbar.
Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir disana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup.
Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang jadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “Maaf ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup daun pintu. Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.
“Siapakah itu wahai anakku?”
“Tak tahulah ayahku, orang itu sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.
Lalu Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
“Ketahuilah dialah yang menghapuskan kenikmatan semntara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilhan Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“Jibril jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lembut.
“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surge terbuka lebar menanti kedatanganmu.” Kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:’kuharamkan surge bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’,” kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam,. Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
“Jijikkkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasuullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah!! Dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku”. Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saing berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
“Ummatii..ummatii..ummatiii…”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang member sinaran itu.. Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaih..
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar